Selamat Datang di Malas Nulis

Negara Alergi pada Bendera Luffi?

Titip Posting || Negara panik pada bendera kartun, tapi santai soal korupsi. Refleksi satir soal cinta rakyat pada Merah Putih dan simbol palsu.

Ada negara yang takut pada korupsi. Ada negara yang takut pada invasi asing. Tapi negara kita punya standar unik: takut pada Luffy. Ya, Monkey D. Luffy. Bajak laut kartun yang hobinya ketawa dan makan daging. Dianggap ancaman nasional karena benderanya dikibarkan anak-anak muda yang entah harus dibanggakan atau dikasih nasi bungkus.

Bendera tengkorak ala One Piece itu tiba-tiba menjadi musuh negara. Polisi turun tangan, pejabat gelisah, kementerian ikut bersuara. “Itu bukan simbol resmi!” kata mereka. “Menghina perjuangan pahlawan!” kata yang lain. Yang menarik, yang paling berisik biasanya justru yang makannya dari hasil menjual idealisme kemerdekaan.

Negara langsung sigap—padahal soal bansos dikorup, harga beras melonjak, APBN jebol, ya… biasa saja. Tapi kalau anak SMA kibarkan bendera tengkorak, langsung di"sikapi". Rupanya, gambar kartun lebih menakutkan daripada triliunan uang rakyat yang lenyap seperti jin ifrit.

Mungkin karena bendera bajak laut itu bukan cuma kain. Ia simbol. Simbol bahwa banyak rakyat tidak percaya lagi pada cerita resmi. Mereka jenuh dengan formalitas. Muak dengan upacara yang dipenuhi wajah yang hanya hafal teks, bukan makna.

Dan ketika mereka mengibarkan bendera Luffy, itu bukan makar. Itu tanda tanya. Bahwa kemerdekaan seperti apa yang sedang kita rayakan? Apakah kita betul-betul merdeka, atau hanya diajak hormat pada kemasan, bukan isinya?

Padahal, kita terlalu cinta pada Merah Putih untuk membiarkannya dipakai sebagai topeng oleh para penipu. Terlalu hormat kepada para pejuang untuk diam saat bendera mereka dijadikan tirai oleh para koruptor. Justru karena kita mencintainya, kita tersinggung saat simbolnya digunakan tanpa malu oleh mereka yang mengkhianati cita-cita kemerdekaan.

Itulah sebabnya, sebagian dari kita memilih mengibarkan bendera fiksi. Bukan karena benci negara. Tapi karena kami tidak tahan melihat bendera asli dipermainkan oleh para penjajah baru. Yang bukan datang dari luar, tapi duduk nyaman di dalam sistem.

Negara pun panik. Takut kehilangan wibawa bukan karena kekerasan, tapi karena kehilangan kepercayaan. Warga yang lebih percaya pada bajak laut fiksi dibanding pejabat nyata, adalah pertanda bahwa narasi resmi sedang lumpuh.

Dan ketika fandom berubah menjadi kritik, ketika anime lebih dipercaya daripada amanat kenegaraan, itu bukan sekadar tren—itu pertanda bangsa sedang lapar: lapar akan kejujuran, keadilan, dan kemerdekaan yang betulan terasa.

Selamat hari kemerdekaan. Jangan lupa hormat pada bendera—tapi jangan lupa juga, bendera tak akan berarti apa-apa jika yang memegangnya menginjak-injak nilai-nilainya.

Merdeka dari tengkorak kartun mungkin mudah. Tapi merdeka dari tengkorak asli yang duduk di kursi kekuasaan, itu PR besar kita bersama.

© malasnulis.web.id