Selamat Datang di Malas Nulis

Larangan Truk ODOL di Ponorogo dan Berbagai Persoalannya

Soal kebijakan truk ODOL yang dilarang beroperasi. Bukan kebijakan baru, tapi berulang-ulang dan hasilnya tetap sama

 

Jika saja jalan kabupaten di Ponorogo bisa mengeluh, mungkin dia bakal misuh-misuh, "Wes to, aku iki ming dalan ndeso, ojo dipeksa ngangkut truk isine sak gunung. Gak kuat, Bosss...!!"

Tahun berganti, program Zero ODOL berkali-kali diumumkan, poster peringatan diganti desainnya, dan razia bergantian dilakukan. Tapi satu hal tak berubah: truk tetap lewat dengan muatan berlebih, jalan tetap cepat rusak, dan kita tetap pura-pura kaget tiap kali ada berita kecelakaan.

Semua Punya Alasan

Kalau bicara ODOL, semua pihak sebenarnya punya alasan yang terdengar masuk akal—walau ujung-ujungnya tak pernah membuat keadaan jadi lebih baik.

Sopir truk sering jadi pihak paling depan menerima tudingan. Mereka sendiri sering berada dalam tekanan:

"Kalau muatan separuh, sehari cuma dua rit. Dua rit itu cuma cukup buat solar sama setor cicilan. Kalau mau makan, ya harus nambah muatan."

Untuk mereka, ODOL bukan cuma pilihan, tapi cara bertahan supaya dapur tetap berasap.

Pengusaha truk pun muumet. Mereka mengatakan:

"Tarif angkutan ini sudah bertahun-tahun sama saja. Harga solar, harga ban, semua naik. Kalau tak ODOL, kami rugi."

Di mata pengusaha kecil, menaikkan tarif berarti kehilangan pelanggan yang akan pindah ke pengusaha lain yang berani ODOL dan melangar aturan yang telah ditetapkan. Mak pilihannya: ikut ODOL atau gulung tikar.

Pemerintah daerah tak tinggal diam. Razia sudah rutin, jembatan timbang sudah lebih modern, peraturan sudah jelas. Tapi truk ODOL tetap lolos—kadang kabur duluan, kadang mlipir lewat jalur alternatif yang tak terjaga.

Pembeli material pun ikut andil. Mereka ingin harga semurah mungkin, tanpa banyak tanya kenapa bisa murah.

Dan akhirnya, muncul dalih tambahan yang sering kita dengar:

"Jalan cepat rusak bukan cuma karena muatan. Aspalnya memang jelek."

Mungkin ada benarnya. Tapi dua kesalahan—aspal tipis dan truk muatan berlebih—tak akan saling menutupi. Dua salah tak akan melahirkan satu benarnya.

Kita Sudah Hafal Resikonya

  • Jalan kabupaten yang baru diaspal setahun lalu sudah berlubang sebesar baskom.
  • Anggaran tambal sulam entah berapa kali digelontorkan, sementara kebutuhan lain tertunda.
  • Ban cepat pecah, rem cepat blong.
  • Kecelakaan truk ODOL, kecelakaan orang yang menghindari jalan berlubang, kecelakaan yang kadang merenggut nyawa.

Beberapa ruas di Ponorogo seperti jalur Ponorogo–NgebelPonorogo–Kesugihan via Jenangan, Jalur POM Kepuhrubuh ke selatan dan banyak jalur lainnya pun sudah mulai banyak lubang. Jalur yang semula jadi akses wisata dan distribusi hasil bumi, kini makin rawan karena muatan berlebih yang terus dibiarkan.

Lucunya, tiap kali terjadi kecelakaan, kita kembali pura-pura heran, seolah tak tahu dari mana masalahnya datang.

Saran yang Tak Pernah Jadi Kebiasaan

  1. Razia yang konsisten. Bukan cuma menjelang laporan akhir tahun, bukan hanya untuk dokumentasi foto, tapi penegakan yang sungguh-sungguh. Dan...tidak lupa jangan ada suap di jalanan..
  2. Tarif angkutan yang wajar. Kalau semua biaya naik, tapi tarif tetap rendah, orang akhirnya terpaksa “nakal.”
  3. Kredit peremajaan bak truk. Biar tak harus pakai bak tinggi menjulang yang isinya sampai melebihi tinggi plang jalan.
  4. Transisi bertahap. Supaya tidak ada pengusaha yang jatuh bangkrut mendadak.
  5. Edukasi pembeli material. Biar masyarakat sadar, harga murah itu sering dibayar mahal dengan nyawa dan jalan yang rusak.

Padahal aturan sudah jelas. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan tegas melarang kelebihan muatan. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 60 Tahun 2019 juga sudah menetapkan kebijakan Zero ODOL yang berlaku penuh sejak 1 Januari 2023. Tapi di lapangan, aturan sering dianggap hanya pajangan.

"Kita sama-sama menuntut untuk lebih baik, tapi kami mohon kita patuhi juga, jangan ODOL. Jangan kemudian jalan rusak dan tambah membahayakan."
— Bupati Sugiri Sancoko

Menurutnya, ODOL tidak hanya menggerus anggaran daerah tetapi juga membuat masyarakat terancam bahaya. Pernyataan lengkapnya bisa dibaca di Radar Madiun.

Umpomo Dalan Kenek Dijak Jagongan, Sambate Bakal Ora Karuan

Jalan kabupaten barangkali sudah pasrah. Dia hanya menunggu kapan lubangnya semakin dalam, kapan tambal sulam berikutnya datang.

Truk ODOL pun tak betul-betul senang. Sopir tetap cemas, pengusaha tetap khawatir, pemerintah tetap pusing. Tapi semua seakan lebih nyaman mempertahankan kebiasaan lama daripada bersusah payah menertibkan yang salah.

Pada Akhirnya Semua Akan Terulang

Kalau besok ada berita truk ODOL kabur saat razia, atau jalan kabupaten kembali amblas padahal baru diperbaiki, kita sebetulnya tak perlu kaget.

Cerita ini sudah lama kita putar ulang—hanya berganti tanggal dan pemeran.

Dan kita? Kita masih di sini, pura-pura sibuk, pura-pura prihatin, lalu pura-pura lupa sampai masalahnya datang lagi.