Dilema Pasangan BMI: Ketika Surat Cerai Datang Tanpa Suara
Di banyak kampung, perceraian sudah menjadi kabar yang tidak lagi mengejutkan. Namun tetap saja, ada cerita yang membuat orang tertegun. Salah satunya ketika surat cerai tiba-tiba datang, padahal tak pernah ada pembicaraan apa pun di rumah tentang perpisahan.
Cerita semacam ini sering bermula dari jarak yang panjang. Istri bekerja di luar negeri, merasa rumah tangga tak lagi bisa dipertahankan. Di sisi lain, suami di kampung percaya semuanya masih baik-baik saja. Di antara dua dunia itu, muncul peran sebagian orang yang menyebut diri pembantu urusan hukum.
Sebagian advokat dikenal menawarkan penyelesaian cepat. “Kalau mau cerai tanpa ribet, cukup bayar saja,” begitu kira-kira janji yang tersebar. Mereka membuat surat kuasa, mencatatkan gugatan, lalu menulis alamat tergugat seadanya. Ada yang mencantumkan alamat lama. Ada pula yang sengaja menulis alamat palsu, agar surat panggilan tidak pernah benar-benar sampai ke tangan orang yang digugat.
Data yang tercatat dalam Jurnal Reformasi Hukum dan Keadilan tahun 2019 menyebut sekitar 16 persen perkara perceraian jarak jauh yang diteliti menggunakan alamat tergugat yang tidak akurat. Sebagian di antaranya memang dilakukan secara sengaja oleh kuasa hukum penggugat. Sementara laporan Tempo pada 2018 pernah mengungkap keberadaan biro jasa yang memasang tarif paket cerai kilat Rp7 sampai Rp15 juta. Mereka menjanjikan putusan cepat tanpa kehadiran tergugat.
Di atas kertas, prosedur ini terlihat sah. Surat panggilan dikirim tiga kali ke alamat yang sudah dimanipulasi. Karena tidak pernah datang, tergugat dianggap melepaskan hak membela diri. Sidang pun berlanjut. Palu dipukul. Surat cerai resmi terbit. Semua seolah selesai, padahal sejak awal alamat sengaja dibuat keliru agar proses lebih cepat.
Namun pertanyaan yang jarang dijawab adalah apa yang terjadi setelah itu. Apa yang dirasakan suami yang baru mendengar kabar pernikahannya sudah berakhir dari obrolan tetangga? Apa yang dipikirkan anak-anak ketika orang dewasa tidak lagi tinggal serumah?
Yang paling sering diabaikan adalah nasib anak-anak. Mereka tumbuh di tengah cerita yang setengah benar. Mereka mendengar satu orang dewasa menyebut orang lain pembohong. Mereka mendengar tuduhan tentang perselingkuhan atau utang. Tidak ada yang duduk bersama mereka untuk menjelaskan dengan tenang.
Sementara sebagian advokat hanya sibuk memastikan berkas rapi dan biaya jasa cepat cair. Bagi mereka, perceraian sekadar urusan administrasi. Selesai atau tidak luka di hati anak-anak bukan bagian dari paket layanan.
Dalam perceraian yang dikerjakan secara tergesa-gesa, anak-anak hanya menjadi nama di lembar putusan. Tidak ada yang bertanya apakah mereka siap. Tidak ada yang memastikan bagaimana perasaan mereka melihat rumah yang dulu utuh berubah menjadi dua alamat asing.
Perceraian memang hak setiap orang. Tetapi bukan alasan untuk mengabaikan hati yang belum siap. Karena surat cerai mungkin rampung dalam hitungan bulan, tetapi luka di dada anak-anak bisa tinggal jauh lebih lama.
malasnulis
Join the conversation