Selamat Datang di Malas Nulis

Ketika RSUD Hardjono Ponorogo Tak Suka Ditanya

Pemuda (meski tak muda-muda amat) minta RSUD Harjono Ponorogo transparan. Sayangnya, pertanyaan dianggap ancaman.

Transparansi adalah Obat, Bukan Tuduhan


Di sebuah kabupaten yang konon menjunjung budaya ramah, berdiri sebuah rumah sakit yang pelayanannya tak sehangat slogan pariwisata. Bukan rumah sakit swasta, tapi rumah sakit umum. Milik rakyat. Tapi entah sejak kapan, rakyat menjadi seperti tamu tak diundang di gedung megah yang mereka biayai sendiri lewat pajak dan pungutan.

Senin, 23 Juni 2025, sekelompok pemuda — ya meski tidak muda-muda amat — membawa poster dan suara hati ke halaman RSUD dr. Harjono. Aksi damai, tanpa batu, tanpa bensin. Yang mereka bawa hanya tiga tuntutan: pelayanan yang manusiawi, transparansi pengadaan, dan harapan untuk perubahan kepemimpinan yang tak alergi kritik.

Pelayanan yang Terasa Kasar

Keluhan soal pelayanan di RSUD ini bukan kabar baru. Dari tahun ke tahun, sosial media menjadi tempat pengaduan yang tak selalu didengar. Ada yang mengeluh perawat kasar, ada yang merasa seperti digertak hanya karena bertanya soal antrian. Saking seringnya, masyarakat sudah hafal: kalau mau dirawat dengan ramah, silakan ke swasta. Kalau ke RSUD, ya sabar.

Tapi apa artinya rumah sakit "umum", kalau rakyat umum justru merasa seperti pengganggu?

Dugaan Tak Selalu Tuduhan

Aksi para pemuda tidak menuduh secara langsung, hanya meminta penjelasan soal pengadaan alat dan obat yang kabarnya tak masuk akal harganya. Tapi bukannya menjawab dengan data, pihak rumah sakit justru menjawab dengan ancaman:

"Kalau tidak ada bukti dan menyebarkan fitnah, kami akan laporkan ke polisi."

Respons ini mungkin sah secara hukum, tapi miskin empati. Transparansi semestinya menjadi tanggapan pertama dari lembaga publik yang merasa benar. Bukan peringatan bernada intimidasi. Karena kalau semua pertanyaan dianggap fitnah, lalu siapa yang berhak tahu?

Jejak Digital yang Tak Hilang

Tahun 2024, seorang keluarga pasien mengeluhkan sikap kasar perawat. Viral, lalu dibantah. Klarifikasi menyusul: "Salah paham." Tapi rasa itu sudah tertanam. Tahun berikutnya, pasien mengeluh dokter spesialis datang terlambat 1,5 jam. Netizen menyindir: “Mungkin jam operasional dokter beda zona waktu.”

Keluhan-keluhan itu mengalir di Facebook, di WhatsApp group, di komentar reels Instagram. Suaranya mungkin tidak terdengar oleh pihak rumah sakit, tapi cukup keras bagi warga Ponorogo yang saling bertanya: apa kabar rumah sakit kita?

Audit, Bukan Aib

Jika RSUD yakin semua sesuai prosedur, audit publik seharusnya menjadi jawaban, bukan ketakutan. Apa susahnya membuka laporan pengadaan secara berkala? Kenapa harus menunggu demonstrasi baru bicara kinerja? RSUD bukan kantor intelijen. Data publik semestinya bisa diakses publik.

Kesehatan Bukan Bisnis Rahasia

Pelayanan kesehatan bukanlah jasa komersil yang boleh diselubungi selimut birokrasi. Ia menyangkut hidup dan mati. Maka jangan heran jika publik marah saat kepercayaan mereka dirusak bukan oleh alat yang rusak, tapi oleh sikap yang menolak dikritik.

Transparansi Tak Pernah Membunuh

Rakyat Ponorogo hanya ingin rumah sakitnya melayani, bukan menghardik. Menjawab, bukan mengancam. Karena dalam dunia medis, keterbukaan menyelamatkan. Transparansi adalah obat. Dan selama ini, barangkali, RSUD Harjono hanya kekurangan satu: kemauan untuk sembuh dari kesombongan.

Dan sejauh ini, rumah sakit ini tampaknya belum betul-betul siap untuk ditanya.
Atau seperti kata Michel Foucault:

“Kekuasaan bukan hanya soal siapa yang berbicara, tapi siapa yang diizinkan untuk bertanya.”

Tapi, Sebentar...! Oh.. Itu Semacam Framing...

Menariknya, pernyataan soal langkah hukum yang dikutip media justru berkaitan dengan isu personal yang menyasar direktur RSUD, bukan respons terhadap aksi damai para pemuda. Tapi keduanya disajikan dalam satu bingkai berita, seolah-olah punya keterkaitan langsung.

Inilah jebakan framing yang kerap terjadi: persoalan pelayanan publik dicampur dengan urusan pribadi pejabat. Akibatnya, perhatian publik kabur. Padahal tuntutan soal transparansi adalah masalah kelembagaan, bukan urusan kamar belakang siapa-siapa.