Ganja Sebagai Sarana Mencapai Pengalaman Spiritual
Dalam dunia Islam, ganja dikenal dengan berbagai nama, namun istilah yang paling sering digunakan adalah hasyisy, yaitu pasta pekat yang diambil dari ekstrak daun ganja. Sebagian ulama percaya bahwa ganja mulai menyebar karena seorang sufi bernama Syeikh Al-Haidariy pada abad ke-7 Hijriah. Bahkan, sebagian orang menyebut ganja dengan nama haidariyah. Namun, sebenarnya ganja sudah dikenal di dunia Islam jauh sebelum itu.
Salah satu tokoh yang sering dikaitkan dengan penyebaran ganja adalah Al-Hasan ibn Muhammad ibn Ali As-Shabbah Al-Himyariy, atau lebih dikenal dalam literatur Barat sebagai Hassan-i Sabbah. Ia mendirikan negara bagian Nizari Ismaili di Persia pada abad ke-5 Hijriah, setelah kunjungannya ke Mesir pada tahun 483 H. Di sana, ia bertemu dengan khalifah Dinasti Fatimiyah, Al-Mustanshir Billah.
Pertemuannya dengan khalifah tersebut mendorong Al-Hasan untuk menyebarkan ajaran spiritual sang khalifah dan putranya, Nizar. Ia kemudian membentuk negara bagian dan memimpin kelompok bernama Hasysyasyin, yang artinya para pecandu hasyisy. Dari namanya saja, kita bisa menebak bahwa kelompok ini menggunakan hasyisy untuk mencapai pengalaman spiritual dan untuk memotivasi perlawanan terhadap Dinasti Seljuk.
Cerita inilah yang menyebabkan hasyisy mulai masuk ke dalam praktik spiritual beberapa kelompok sufi di Timur Tengah. Salah satu tokoh sufi yang dikenal dalam penyebaran hasyisy adalah Syeikh Abu Ja’far Muhammad As-Syiraziy Al-Haidariy, meskipun ada pendapat yang menyatakan bahwa ia sendiri tidak menggunakannya, melainkan pengikutnya yang kemudian mengembangkannya.
Penyebaran ganja berlanjut hingga masa Dinasti Mamluk. Pada tahun 815 H, banyak pengikut Syeikh Al-Haidariy yang secara terbuka menulis puisi tentang keunggulan hasyisy dibandingkan minuman keras, seolah-olah ganja itu halal. Untungnya, pada masa itu muncul banyak ulama yang berusaha melawan penyebaran ganja dengan dalil-dalil agama dan logika yang kuat, termasuk Imam Ibn Taimiyyah.
Dalam literatur Islam, ganja dikenal bukan hanya sebagai hasyisy, tapi juga dengan nama lain seperti qunub al-hindiy, haidariyah, qalandariyah (semuanya merujuk pada cannabis indica), serta syahdanaj (untuk cannabis sativa). Meski nama-namanya bermacam-macam, semuanya mengacu pada tanaman dengan daun seperti jari tangan, yaitu ganja.
Secara umum, ganja dihukumi haram karena sifatnya yang memabukkan, sehingga disamakan hukumnya dengan khamr (minuman keras). Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
“Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap yang memabukkan itu haram.”
Mayoritas ulama sepakat bahwa ganja haram, apalagi karena dampaknya yang merusak fisik dan mental penggunanya, termasuk gejala sakau yang berat saat berhenti mengonsumsinya.
Salah satu Ulamak Syaikh Badruddin Az-Zarkasyi menjelaskan bahwa keharaman ganja sedikit berbeda dengan khamr. Khamr haram meskipun dikonsumsi sedikit, walaupun tidak sampai memabukkan. Sedangkan dalam kasus ganja, masih ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Beliau juga mengutip pendapat Imam An-Nawawi yang menyarankan untuk menghindari ganja, meskipun dalam jumlah kecil. Hal ini merujuk pada hadits shahih riwayat Abu Dawud:
“Apa pun yang memabukkan dalam jumlah banyak, maka haram dalam jumlah sedikit.”
Namun, dalam kondisi darurat, ganja bisa digunakan asal tidak memabukkan. Berbeda dengan khamr yang tetap haram dalam kondisi apa pun.
Soal kesucian, khamr jelas dianggap najis. Tapi untuk ganja, para ulama berbeda pendapat. Syaikh Az-Zarkasyi menyatakan bahwa ganja adalah suci karena berasal dari tumbuhan, dan ini juga didukung oleh Imam An-Nawawi serta Imam Taqiyuddin ibn Daqiqil ‘Aid. Meski dianggap suci, membawa ganja saat shalat bisa membatalkan shalat, tergantung bentuknya. Jika masih berupa daun kering, shalat tetap sah. Tapi jika sudah diekstrak menjadi pasta atau padat, maka shalatnya tidak sah, menurut pendapat Al-Qarafiy.
Kesimpulannya, meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang ganja, mayoritas bersepakat bahwa ganja haram karena memabukkan dan berdampak buruk. Selain itu, ganja tidak dibahas dalam Al-Qur’an dan hadits secara eksplisit karena memang belum dikenal pada masa awal Islam. Wallahu a’lam.
Post a Comment