Digital Minimalism, Memberi Ruang Kosong untuk Diri Sendiri
Awalnya...
Ada monen kecil yang semestinya membuat kita berpikir ulang soal sikap kita terhadap teknologi yang disebut notifikasi. Sesekali mari kita amati diri kita sendiri. Suatu saat kita duduk bersama dengan beberapa orang, mestinya kita mengobrol tentang sesuatu yang perlu diobrolkan. Tiba-tiba ada notifikasi di hand phone. Kita buka handphone, membuka notifikasi yang ternyata adalah pesan pribadi dari seseorang. Lalu seolah disihir, kita buka sosial media, facebook, scroll reel hingga agak bosan. Ssudah cukup?, Belum. Di beranda Facebook masih ada tautan dari platform lain, threads atau IG. Kita ikuti tautan itu hingga...?? ahh...ssudahlah...bisa beberapa jam. Lalu, kita lupa akan bicara apa dengan teman ngobrol kita.
Kejadian seperti ini, saya kira, sering terjadi namun kita tidak sadar. Dengan keajadian ini pula, mestinya kita mulai berpikir ulang dengan sikap kita atas teknologi. Dan bisa jadi, lelah kita bukan karena pekerjaan saja tapi juga lelah karena keributan digital.
Kita Hidup di Tengah Suara
Kehidupan online itu penuh suara. Notifikasi, info, opini, scroll tanpa arah, FOMO (fear of missing out). Semua minta perhatian. Kadang satu notifikasi bisa bikin hati deg-degan, kadang satu berita bisa rusak mood seharian.
Ironisnya, di tengah semua itu, kita malah makin jarang benar-benar mendengarkan diri sendiri.
Maka dari itu, mulai dari sini kita sebaiknya belajar soal digital minimalism. Bukan hidup tanpa teknologi internet, bukan anti internet. Tapi menjaga jarak untuk memberikan ruang kosong bagi diri sendiri.
Bukan Hilang, Tapi Jauh
Minimalis digital tidak harus ekstrem. tidak harus uninstall semua sosmed dan pindah ke gunung.
Tapi kita bisa bikin jarak, dengan harapan jarak itu membuat jiwa kita, perasaan kita menjadi lebih lega.
Mari kita mulai dari hal-hal kecil
- Kita coba dengan hidupkan hanya notifikasi yang sekiranya penting, Chat pribadi, jadwal sholat dan jadwal yang harus dilakukan. Matikan notifikasi tidak penting, update status artis idola, video terbaru dari chanel tidak penting dan hal-hal yang serupa dengan itu.
- Geser aplikasi media sosial dari home screen. Biar tidak gampang terbuka cuma karena tangan nganggur.
- Pake mode fokus di HP, terutama saat kerja atau malam hari.
- Dan sesekali, hapus aplikasi untuk sementara. Biar ada jeda.
Awalnya aneh. Seolah-olah ketinggalan sesuatu. Tapi lama-lama, rasa ketinggalan itu berubah jadi... lega. Ternyata dunia tetap jalan. Teman-teman tetap ada. Dan kita juga tetap baik-baik aja.
Otak Butuh Sunyi
Kita sudah terlalu biasa hidup dalam keramaian digital. Bahkan waktu sendirian pun, pikiran kita masih penuh dengan suara dari luar.
Padahal, otak kita butuh ruang kosong. Biar bisa berpikir tanpa distraksi. Biar bisa merasa tanpa gangguan. Biar bisa mendengarkan apa yang sebenarnya kita butuhkan, bukan cuma apa yang muncul di beranda.
Dari kebiasaan sederhana (yang tidak mudah) ini diharapkan kita sadar kapan kita benar-benar ingin online, dan kapan kita cuma melarikan diri dari rasa bosan, sepi, atau tidak nyaman. Dan kita masih menyisakan ruang kosong untuk diri kita sendiri untuk lebih bijaksana dan menyadari kehadiran diri kita sendiri
Hidup Lebih Ringan, Bukan Lebih Sepi
Orang sering takut kalau terlalu jauh dari dunia digital, nanti malah jadi terputus. Kesepian. Ketinggalan. Tapi sebenarnya, justru sebaliknya.
Ketika kita berhenti jadi penonton tetap di dunia digital, kita akan punya waktu untuk hal-hal yang dulunya selalu “nanti saja”, misalnya hal sesederhana mengobrol sama orang—baik itu orang lain, atau diri sendiri—tanpa diburu waktu, tanpa harus balas notif.
Akhirnya…
Digital minimalism bukan soal “pergi dari internet selamanya”. Tapi tentang kembali ke kendali, kembali kediri sendiri.
Kita tetap bisa online, tetap bisa terhubung, tetap bisa aktif. Tapi dengan cara yang lebih sadar. Lebih terarah. Lebih sehat.
Karena di balik layar yang terang itu, ada banyak hal penting yang kadang kita lupakan: rasa tenang, perhatian penuh, dan waktu untuk diri sendiri.
Dan kadang, menjauh bukan berarti hilang. Tapi justru cara supaya kita bisa balik dengan versi diri yang lebih utuh.
Kalau anda bagaimana?
Jika punya cara lain untuk detox dijital silahkan berbagi di kolom komentar.
Join the conversation