Paradigma Kaum Tertindas-'Ali Syari'ati
Ali Syari’ati dikenal sebagai sosok revolusioner yang tak henti-hentinya menyuarakan perlawanan terhadap segala bentuk penindasan, ketidakadilan, dan perbudakan oleh para penguasa yang haus kekuasaan. Dengan kritik tajam, ia mengecam para intelektual yang bungkam atau justru terlibat dalam korupsi, serta menggugat pemuka agama yang memanipulasi ajaran suci demi melanggengkan kekuasaan yang zalim.
Dalam Paradigma Kaum Tertindas, Syari’ati menawarkan analisis mendalam dari perspektif sosiologis, filosofis, dan historis dalam kerangka pandangan hidup tauhid—suatu konsep yang menyatukan Allah, alam, dan manusia dalam satu kesatuan eksistensial. Pandangan ini menolak dikotomi antara ruh dan jasad, agama dan politik, proletar dan borjuis, serta menentang pandangan hidup syirik yang melanggengkan diskriminasi dan penindasan.
Buku ini terbagi dalam beberapa bahasan utama. Pertama, cara memahami Islam secara utuh dan menyeluruh. Kedua, konsep manusia dalam doktrin Islam. Ketiga, pembacaan antropologis mengenai manusia dalam relasi Allah-Iblis dan Ruh-Lempung. Keempat, penafsiran filosofis-historis atas kisah Qabil dan Habil sebagai cerminan konflik sosial sepanjang sejarah. Kelima, perbandingan antara Nabi Muhammad dan nabi-nabi lain, termasuk dari tradisi Semitik.
Syari’ati mengkritik mereka yang memahami agama secara sempit dan eksklusif. Ia menawarkan metode pemahaman agama yang objektif dan menyeluruh melalui pendekatan komparatif—mendorong penganut agama untuk mengenal dan memahami ajaran agama lain secara terbuka: dari Tuhan yang disembah, kitab sucinya, nabi-nabinya, hingga tokoh-tokoh besar yang lahir dari tradisi tersebut.
Sebagai sosiolog dan sejarawan, Syari’ati menyajikan pendekatan alternatif dalam membaca Islam sebagai agama yang menyentuh seluruh dimensi kehidupan manusia dan alam semesta. Al-Qur’an ia kaji dengan pendekatan historis dan sosiologis. Salah satu gagasannya yang menonjol adalah reinterpretasi konsep hijrah sebagai filosofi sosial dan sejarah: perpindahan sebagai syarat bagi kemajuan peradaban, sebagaimana terjadi dalam sejarah Sumeria hingga Amerika modern.
Dalam penafsirannya tentang penciptaan manusia (QS. 55:14 dan QS. 15:26), Syari’ati memandang Adam sebagai makhluk dua dimensi—perpaduan antara ruh Ilahi dan tanah liat, simbol keterikatan manusia pada kesempurnaan sekaligus kerendahan. Ia juga menafsirkan “nama-nama” yang diajarkan pada Adam sebagai kapasitas manusia untuk memahami kebenaran ilmiah, dan “amanah” sebagai kehendak bebas. Sementara itu, penciptaan Hawa menurutnya bukan berasal dari tulang rusuk Adam, tetapi dari “sifat” atau “disposisi” yang sama—menunjukkan kesetaraan esensial antara pria dan wanita.
Salah satu kajian filosofis-historis Syari’ati yang menarik adalah pembacaan ulang atas kisah Qabil dan Habil. Bagi Syari’ati, Qabil adalah lambang penguasa tiran yang menindas, sementara Habil mewakili sistem sosial egaliter yang berbasis kasih sayang dan kebersamaan. Kematian Habil oleh Qabil adalah simbol runtuhnya masyarakat kolektif menjadi masyarakat yang eksploitatif dan individualistik.
Namun Syari’ati tetap optimistis: pertarungan antara sistem Qabil dan Habil adalah konflik abadi yang suatu saat akan berakhir dengan kebangkitan kembali sistem Habil—tatanan sosial yang adil dan humanis, dipimpin oleh sosok pemimpin yang tidak hanya adil secara moral, tapi juga visioner secara intelektual dan spiritual. Seorang pemimpin yang mampu melampaui nafsu kekuasaan, membawa kasih sayang Kristus, kebijaksanaan Socrates, dan cinta suci ala Al-Hallaj.
Dengan pendekatan yang mendalam dan menyeluruh, buku ini menjadi bacaan penting bagi siapa pun yang ingin memahami agama secara kontekstual, kritis, dan transformatif. Syari’ati mengajak pembaca untuk menempatkan agama bukan sekadar sebagai doktrin spiritual, tetapi sebagai kekuatan pembebas yang mampu mengubah realitas sosial yang timpang.
Baca bukunya disini: Paradigma Kaum Tertindas
Post a Comment